GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM

Gondok Endemik hingga kini merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia maupun negara berkembang yang lain. Jika dahulu kita selalu terfokus dengan gondok endemik saja, sekarang kita lebih memfokuskan pada masalah GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) pada umumnya. Gondok endemik dapat mengenai semua usia, sejak fetus hingga dewasa. Manifestasi ganggguan fungsional yang menyertainya yaitu, hipotiroidisme, kretin endemik, serta gangguan perkembangan mental serta rendahnya IQ (Djokomoeljanto, 2004). 


Berat ringannya endemik dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium dalam urin. Dalam keadaan seimbang Yodium yang masuk tubuh dianggap sama dengan yang diekskresikan lewat urin. Jadi pemeriksaan urin menggambarkan jumlah asupan Yodium (Djokomoeljanto, 2004)
Kadar Yodium dinyatakan sebagai jumlah microgram ekskresi yodium sehari (µg I-/24 jam urin) atau (karena sulit mendapatkan sampel urin 24 jam di lapangan), dinyatakan dengan microgram yodium per gram kreatinin urin sewaktu (µg I/g kreatinin urin) atau I/dl urine (Indicators for Assessing Iodine, 1993).
Pada berbagai observasi di lapangan dan klinis, terlihat bahwa defisiensi yodium (terutama di daerah endemik GAKY), memberikan manifestasi berdampak negatif, antara lain: 1) gondok, merupakan reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium 2) kanker tiroid, 3) defisiensi tiroid dan hubungannya dengan kesuburan dan menstruasi, 4) hipotiroidisme, 5) kretin endemik dengan berbagai kelainan susunan sistem syaraf pusat (Djokomoeljanto, 2004).
Hipotiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon tiroid dalam jumlah yang cukup. Pada orang dewasa, hormon tiroid sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh. Apabila hipotiroid tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan seperti obesitas, nyeri sendi, infertilitas, dan penyakit jantung dan gangguan metabolisme yang lain.
Berdasar disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua yaitu hipotiroid primer dan hipotiroid sentral. Hipotiroid primer berhubungan dengan defek pada kelenjar tiroid itu sendiri, sedangkan hipotiroid sentral berhubungan dengan penyakit-penyakit yang mempengaruhi produksi hormon thyrotropin relasing hormone (TRH) oleh hipotalamus atau produksi tirotropin (TSH) oleh hipofisis (Roberts & Ladenson, 2004).
Hipotiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon tiroid dalam jumlah yang cukup. Pada orang dewasa, hormon tiroid sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh. Apabila hipotiroid tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan seperti obesitas, nyeri sendi, infertilitas, penyakit jantung dan gangguan metabolisme lain.
Diabetes Mellitus Type II adalah suatu penyakit degenerative karena adanya produksi insulin yang kurang atau sel mengalami resistensi terhadap hormone insulin. Keadaan ini menyebabkan gangguan pada metabolisme karbohidrat dan yang terkait yaitu metabolisme lipid dan juga protein. Pada penderita DM dengan hipotiroid keadaan ini bisa diperparah.
Hormon tiroid mempunyai efek terhadap metabolisme lemak. Pada dasarnya semua aspek metabolisme lemak juga ditingkatkan di bawah pengaruh hormon tiroid. Secara khusus, lemak secara cepat diangkut dari jaringan lemak, yang menurunkan cadangan lemak tubuh lebih besar daripada hampir seluruh elemen jaringan lain. Hormon tiroid juga meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas di dalam plasma dan sangat mempercepat oksidasi asam lemak bebas oleh sel. (Guyton, 2007)
Meningkatnya hormon tiroid menurunkan konsentrasi kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida dalam darah, walaupun sebenarnya hormon tiroid juga meningkatkan asam lemak bebas. Sebaliknya, menurunnya sekresi tiroid sangat meningkatkan konsentrasi kolesterol, fosfolipid dan trigliserida plasma dan hampir selalu menyebabkan pengendapan lemak secara berlebihan di dalam hati. Sangat meningkatnya jumlah lipid dalam sirkulasi darah pasien hipotiroidisme yang lama sering kali dihubungkan dengan timbulnya arterosklerosis berat. (Guyton,2007)
Hormon tiroid menginduksi 3-hidroksi-3-methylglutaryl-koenzim A (HMG-CoA) reduktase, yang merupakan langkah pertama dalam biosintesis kolesterol. Selain itu, triiodothyronine (T3) meregulasi reseptor LDL dengan mengendalikan gen aktivasi reseptor LDL. Hormon tiroid juga merangsang lipoprotein lipase (LPL), katabolisis TG-kaya lipo-protein, dan patic lipase (HL), yang dapat menghidrolisis HDL 2 menjadi HDL 3 dan berkontribusi terhadap konversi intermediate-diate-density lipoprotein (IDL) ke dalam bentuk lain yaitu LDL (C.V. Rizos, M.S. Elisaf dan E.N. Liberopoulos, 2011).
Oleh karena itu, jika ada kelainan pada hormon tiroid maka biosistesis lipid akan terganggu. Pada sebuah jurnal di katakan bahwa pada wanita hipotiroid akan menyebabkan peningkatan kadar LDL dalam darah. Hal ini di sebabkan karena menurunnya hormon tiroid akan menyebabkan terjadinya penurunan jumlah reseptor LDL yang akan menurunkan katabolisme LDL dan IDL. (C.V. Rizos, M.S. Elisaf dan E.N. Liberopoulos, 2011).
Hormon tiroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk penggunaan glukosa yang cepat oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan glukogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari saluran cerna, dan bahkan juga meningkatkan sekresi insulin dengan hasil akhirnya adalah efeknya terhadap metabolisme karbohidrat. Semua efek ini mungkin disebabkan oleh naiknya seluruh enzim akibat hormon tiroid (Guyton, 2007).
Hipotiroidisme merupakan suatu sindrom klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan glukosaminoglikan di interstisial terutama di kulit dan otot (Soewondo & Cahyanur, 2008).
Hipotiroidisme biasanya disebabkan oleh proses primer dimana jumlah produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid tidak mencukupi. Dapat juga sekunder oleh karena gangguan sekresi hormon tiroid yang berhubungan dengan gangguan sekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang adekuat dari kelenjar hipofisis atau karena gangguan pelepasan Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (hipotiroid sekunder atau tersier). Manifestasi klinis pada pasien akan bervariasi, mulai dari asimtomatis sampai keadaan koma dengan kegagalan multiorgan (koma miksedema) (Djokomoeljanto, 2009).
Pada pasien DM Type II yang mengalami hipotiroid, terjadi resistensi insulin lebih parah dari pada yang DM Type II eutiroid. Keadaan ini dapat mengganggu banyak metabolisme dalam tubuh. Sementara penelitian tentang hal ini belum banyak dilakukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara status tiroid dengan perubahan metabolisme pada pasien DM Type II hipotiroid di daerah endemic GAKY.

مَعْلُومٍ بِقَدَرٍ إِلَّا نُنَزِّلُهُ وَمَا خَزَائِنُهُ عِنْدَنَاإِلَّا شَيْءٍ مِنْ وَإِنْ
Artinya: Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.

perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, masalah yang dirumuskan adalah apakah ada perubahan metabolisme dalam tubuh pada pasien DM Type II yang hipotiroid di daerah endemic GAKY yang dilihat dari kadar glukosa,  kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida dalam serum.

Tujuan Penelitian           
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan metabolisme dalam tubuh pada pasien DM Type II yang hipotiroid di daerah endemic GAKY yang dilihat dari kadar glukosa, kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida dalam serum.

Keaslian Penelitian

Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang perubahan metabolisme pada pasien DM Type II hipotiroid belum banyak dilakukan.  Tetapi penelitian-penelitian yang mirip dengan judul di atas sudah pernah dilakukan. Salah satunya Shashi,A dan Singla, S (2013), meneliti tentang hubungan hipotiroid dengan pasien DM Type II . Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian tersebut adalah penelitian ini untuk mengetahui perubahan metabolisme pada pasien DM Type II di daerah endemic GAKY. Penelitian yang dilakuka Shashi, dkk menggunakan pasien dari rumah sakit.






Previous
Next Post »